Indeks Persaingan Global (Global Competitiveness Index) yang disusun oleh IMD menunjukkan bagaimana negara-negara menyiapkan diri menghadapi tantangan ekonomi, teknologi, dan sosial global. Pada 2025, Indonesia mengalami penurunan peringkat ke-40 dari 69 negara, tergerus 13 peringkat akibat melemahnya indikator infrastruktur, efisiensi pasar, dan kemajuan teknologi The Jakarta Post. Sementara pada 2023 sempat melonjak dari peringkat 44 ke-34, lonjakan tersebut membuktikan bahwa perbaikan nyata sangat mungkin dicapai dengan kebijakan terfokus Setkab.
1. Penguatan Infrastruktur dan Logistik
Konektivitas fisik adalah fondasi daya saing. Pembangunan infrastruktur pelabuhan, jaringan jalan tol, dan kereta logistik harus dipercepat melalui skema Public–Private Partnership (PPP) dan insentif fiskal. Perbaikan giliran balik muatan (backhaul) dan standarisasi tata kelola pelabuhan dapat menurunkan biaya logistik hingga 20%, meningkatkan efisiensi rantai pasok domestik dan ekspor.
2. Inovasi, Riset, dan Adopsi Teknologi
Peningkatan peringkat inovasi (innovation pillar) menuntut peningkatan anggaran R&D menjadi minimal 1,5% dari PDB, serta kemitraan riset antara universitas dan industri. Fasilitas tech startup incubator dan skema matching fund untuk prototipe produk teknologi dapat menambah jumlah paten dan startup berkelas global, mendorong nilai tambah sektor manufaktur dan jasa.
3. Reformasi Regulasi dan Tata Kelola
Tata kelola yang transparan dan birokrasi efisien memacu iklim investasi. Reformasi perizinan OSS (Online Single Submission) harus diintegrasikan dengan sistem one-stop digital, menurunkan waktu perizinan usaha dari rata-rata 120 hari menjadi kurang dari 30 hari. Penerapan e-government services secara luas akan memangkas biaya korupsi serta meningkatkan kepercayaan investor asing.
4. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kesiapan tenaga kerja menghadapi era digital menjadi kunci pilar human capital. Program vokasi 4.0, pelatihan digital skills, dan sertifikasi profesi perlu diperluas, khususnya di daerah tertinggal. Pemerintah dan korporasi dapat berkolaborasi menyelenggarakan bootcamp teknologi, menjembatani kesenjangan skill gap di sektor otomasi, big data, dan AI.
5. Diversifikasi dan Peningkatan Daya Saing Ekspor
Sektor primer seperti tekstil dan karet tertekan oleh gelombang ekspor murah Tiongkok, yang merusak margin produsen lokal Financial Times. Untuk itu, Indonesia perlu diversifikasi pasar ekspor, naikkan standar kualitas sesuai permintaan Eropa–Amerika, serta percepat hilirisasi menjadi produk jadi dengan nilai tambah tinggi. Pengembangan branding “Made in Indonesia” terintegrasi digital (QR code traceability) akan memperkuat posisi di pasar global.
6. Akselerasi Digitalisasi dan Industri 4.0
Integrasi Internet of Things (IoT), 5G, dan cloud computing pada sektor industri dan UMKM akan mempercepat produktivitas. Insentif untuk adopsi smart factory serta platform digital marketplace pemerintah–swasta dapat mendorong penetrasi teknologi hingga 50% di sektor manufaktur pada 2026.
7. Kolaborasi Publik–Swasta dan Internasional
Sinergi antara Kemenko Perekonomian, BUMN, investor global, dan lembaga donor (ADB, World Bank) penting untuk pendanaan proyek strategis. Selain itu, perjanjian perdagangan bebas (FTA) baru—seperti RCEP dan kemungkinan FTA dengan Uni Eropa—harus dimanfaatkan untuk memberikan akses pasar jangka panjang dan kepastian hukum bagi eksportir.
Kesimpulan
Perbaikan Indeks Persaingan Global bukan sekadar target angka, melainkan cerminan ketahanan ekonomi dan inovasi bangsa. Dengan kebijakan terpadu—membidik infrastruktur, regulasi, SDM, teknologi, dan ekspor—Indonesia dapat kembali melonjak peringkat dan menarik investasi berkualitas. Implementasi cepat dan evaluasi berkala akan menjadi penentu keberhasilan strategi ini menuju daya saing global yang berkelanjutan.